Kamis, 08 Maret 2012

TRC Nusantara Kementerian Sosial RI

Kompleksitas perkembangan masalah sosial dan bencana alam di Indonesia serta tingginya isu-isu ancaman disintegrasi bangsa, menggugah Kementerian Sosial RI untuk semakin intropeksi diri, bangkit serta memiliki jiwa baru sinergis bersama komponen lainnya membangun Indonesia yang berada dalam batas ancaman keterpurukan. Tanggung jawab Kementerian Sosial saat ini tidak sebatas penanganan kemiskinan dan permasalahan sosial semata namun diharapkan memiliki kepekaan dan tanggap dengan fenomena disintegrasi bangsa yang menggeliat saat ini.
Tantangan utama pelayanan sosial adalah munculnya beragam bencana yang secara langsung dan tidak langsung menciptakan potensi-potensi munculnya masalah sosial yang berkepanjangan. Masalah politik, ekonomi, budaya juga sering menyebabkan pertumbuhan bahaya laten masalah sosial dalam masyarakat. Separatisme ataupun upaya disintegrasi bangsa bukanlah semata-mata tangggung jawab Kepolisian dan TNI, namun titik berat pokok permasalahannya adalah bagaimana pemerintah mampu mencegah proses disintegrasi tersebut sekaligus secara adil memberikan perhatian kepada masyarakat yang rentan dengan masalah sosial seperti masyarakat perbatasan, masyarakat adat dan masyarakat golongan minoritas. Kementerian Sosial juga memiliki tanggungjawab moral terhadap proses integrasi bangsa yang diakibatkan oleh kesejangan masalah sosial yang muncul di masyarakat.
Dilihat dari faktor geografis, Indonesia memiliki potensi kerawanan bencana alam yang cukup tinggi. Sebutan Indonesia sebagai Supermarket of Hazard mungkin layak disandang Indonesia karena hampir di seluruh titik wilayah di Indonesia memiliki kerentanan bencana alam meliputi banjir, abrasi, kebakaran hutan, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, kebakaran pemukiman hingga ancaman bencana tsunami. Tidak sekedar bencana alam namun dampak negatif yang timbulkan akibat bencana-bencana alam tersebut berupa peluang lahirnya bencana sosial juga semakin besar. Gejala bencana sosial sering kali tidak mudah terdeteksi dan tidak disadari. Kriminalitas, kekerasan, perubahan sistem dan norma sosial masyarakat, kuatnya local wisdom masyarakat dengan paradigma tertentu, apatisme masyarakat kepada pemerintah pada saatnya mampu menciptakan bibit-bibit bencana sosial yang akan menjadi bom waktu di masa yang akan datang.
Kemajuan kinerja Kementerian Sosial saat ini menjadi sorotan masyarakat, DPR dan media massa. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi mengakibatkan masalah sosial berkembang tidak sebanding dengan jumlah dan pemberian layanan kesejahteraan sosial. Semakin tinggi jumlah penduduk semakin kompleks pula tingkat kerawanan bencana alam dan sosial. Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, kebakaran pemukiman, pemanasan global, dsb merupakan jenis bencana alam yang terjadi karena campur tangan manusia. Masyarakat disadar atau tidak memberikan kontribusi terhadap munculnya bencana-bencana tersebut. Menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengelola seluruh aspek, memberikan peraturan protektif demi lingkungan keberlanjutan serta penanganan jika terjadi kerusakan ataupun bencana yang mengancam warga negaranya. Keterbatasan jumlah ketersediaan sumber daya penghidupan dapat menjadi sumber potensi bencana sosial yang pada titik tertentu akan mengancam keharmonisan kehidupan masyarakat yang sudah terbina saat ini.
Tingginya resiko bencana alam membuat beberapa Institusi pemerintah berinisiatif menyikapi dengan pembuatan unit tanggap bencana melalui Tim Reaksi Cepat seperti BNPB, Pemkot dan Dinas Kesehatan di beberapa Kab/Kota. Hal ini menjadi titik tolak bangkitnya citra Kementerian Sosial untuk menunjukkan jati diri dan profesionalitasnya di mata masyarakat yang sering apatis dengan berbagai program yang sedang digalakkan pemerintah untuk lebih tanggap dengan situasi kedaruratan bencana. Tidak dipungkiri, penilaian masyarakat terhadap lembaga pemerintah berupa opini publik dan pencitraan negatif image pejabat publik. Pemerintah identik dengan pemborosan keuangan negara, pemerintah dianggap sering menciptakan program-program yang menghabiskan anggaran negara, tidak memberi manfaat langsung kepada masyarakat luas serta menciptakan kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara si kaya dan si miskin.
Penerapan prinsip Good Governance dalam penanganan bencana alam saat ini idealnya mengarah kepada kerjasama jejaring sinergis antar 3 komponen pembangunan masyarakat yaitu Pemerintah, Dunia Usaha dan Masyarakat. Hubungan antar komponen tersebut tidak sekedar ’circle’ namun didalamnya terdapat ’chemistry’ dalam menciptakan Pembangunan Masyarakat (Community Developtment). Pemerintah memberikan output berupa Kebijakan, Dunia Usaha dapat memberi kontribusi melalui program CRS (Corporat Sosial Responsibility) dan Masyarakat berperan melalui Orsos (Community Developtment).
Pemetaan tersebut diupayakan dapat mengetahui porsi dan kontribusi masing-masing jejaring dalam mewujudkan tujuan bersama. Sedangkan dalam struktural birokrasi masih ditemukan berbagai permasalahan mendasar. Oleh karena itu perlu adanya alur yang mempermudah penyelenggaraan kesejahteraan sosial melalui fungsi masing-masing segmen. Beberapa stakeholder tersebut bersinergi, menemukan strategi yang efektif dan mampu mengatasi permasalahan sesuai dengan kapasitasnya. Arogansi kelembagaan sering menjadi masalah baru dalam kerjasama lintas instansi oleh karena itu potensi konflik yang mungkin terjadi harus diantisipasi secepat mungkin.
No
Elemen Penanganan Bencana
Fungsi
1
Pemerintah Pusat (Kementerian Sosial RI)
Pembuatan Kebijakan
à ”Model”
2
Pemerintah Propinsi (Dinas Sosial Provinsi)
Pengendali
3
Pemerintah Kab/Kota (Dinas Sosial Kab/Kota)
Pelaksana
4
Organisasi Sosial
Penyelenggara
5
Masyarakat
Sasaran
Tabel. Pembagian Peran Stakeholders Penanganan Bencana

Organisasi yang berkualitas pastilah didukung oleh SDM yang handal, tidak terbatas pada tingkat pendidikan dan jabatan namun lebih karena kemauan, niat dan semangat untuk membangun pelayanan masyarakat secara total. Modal utamanya adalah niat untuk melihat mendengar dan bertindak terhadap realitas yang dihadapi. Berpikir cepat, kritis dan efektif selalu dibutuhkan dan hal tersebut dapat dilatih melalui kedisiplinan, mental bekerjasama dan sinergi antar bidang yang terkait.
Kementerian Sosial saat ini sudah memiliki Tim Reaksi Cepat Bidang Rehabilitasi Sosial dan Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial yang telah berjalan cukup baik. Berbagai kasus permasalahan sosial telah ditangani namun muncul wacana baru penguatan kapasitas dan kelembagaan Tim Reaksi Cepat tingkat Kementerian Sosial dengan melibatkan seluruh instrument di lingkungan Kementerian Sosial RI. Harapannya adalah semakin kuatnya jaringan, kualitas dan kelembagaan TRC di masa yang akan datang.
Pembangunan kesejahteraan sosial kepada penyandang masalah sosial melalui TRC diharapkan mampu memberikan solusi penyelesaian masalah secara cepat, tepat, akurat serta mendapat dukungan penuh dari Kementerian Sosial.  Langkah strategis kementerian sosial RI untuk lebih dekat dengan pokok permasalahan melalui pengorganisasian TRC Nusantara. Dukungan UKE II lingkup Kementerian Sosial mutlak diperlukan untuk penguatan secara kelembagaaan TRC. Setiap unsur yang terlibat diharapkan memiliki kontribusi sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing unit dan bekerja dalam satu kesatuan bersama dalam bendera Kementerian Sosial RI
Diterbitkannya Peraturan Menteri Sosial RI No 56/HUK/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Tim Reaksi Cepat Kemensos RI tertanggal 27 April 2011, Menteri Sosial sebagai Penanggung jawab TRC dikoordinasikan Oleh Seketaris Jend Drs. Toto Utomo  sebagai Ketua TRC Kemensos dengan Andi Hanindito sebagai Pelaksana Kegiatan Harian TRC menegaskan pentingnya pembentukan TRC Kementerian Sosial. Landasan utama pembentukan TRC adalah MoU antara Presiden RI dan Menteri Sosial dalam percepatan kinerja kabinet. Pembentukan dan pemantapan tim TRC melibatkan seluruh unit kerja di Kemensos RI yaitu Direktorat Rehsos, Linjamsos, Dayasos Gulkin, Setjend, Irjen dan Badiklit dengan optimalisasi peran seluruh elemen teknis dan fungsional kementerian sosial meliputi TKSK, Tagana, Tikar, Pelopor, Sakti Peksos, TKSM, Orsos, PSM dan Tenaga Kesos Lainnya. Pelibatan seluruh komponen Kementerian Sosial diharapkan menciptakan rumusan kebijakan, rekomendasi dan hasil-hasil yang lebih komprehensif sesuai sudut pandang analisis masalah masing-masing unit sesuai dengan tupoksinya.
TRC Nusantara merupakan amanat moril Kemensos RI kepada rakyat dalam mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dan kesetiakawanan sosial melalui tindakan konkrit dalam menyikapi masalah bencana alam dan sosial yang terjadi di Indonesia. Langkah awal aktualisasi TRC Kementerian Sosial melalui beberapa rangkaian kegiatan.
Kegiatan Pemantapan TRC dilakukan di 3 wilayah secara serentak Jakarta, Batam dan Makassar pada tanggal 27 November sampai 1 Desember 2011 dapat dikembangkan menjadi menjadi simpul yang kuat dan terjalinnya sinergisitas di seluruh elemen TRC Kementerian Sosial RI. Penguatan konsep-konsep TRC diaktualisasikan dalam field practice melalui kunjungan Rapid Assesment ke 6 Lokasi Bencana Alam dan Bencana Sosial di Wasior, Bromo, Mentawai, Gunung Merapi Yogyakarta, Sambas, Atambua pada bulan Desember 2011.
Materi Out Class Lanjutan dengan kunjungan ke 20 daerah kabupaten tertinggal. Tahapan selanjutnya adalah Penguatan Kapasitas TRC tahun 2012 melalui kegiatan pemantapan teknis. Harapannya melalui kaderisasi yang profesional, anggota TRC mampu menguasai konsep dan memiliki pengalaman melakukan observasi, advokasi, pendampingan, rujukan dan perumusan rekomendasi sebagai problem solving secara cepat, tepat dan akurat berbagai isu aktual permasalahan kebencanaan alam dan kebencanaan sosial di Indonesia.
Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanggulangan Bencana Tahun 2010-2014 menginstruksikan Kementerian Sosial sebagai instansi utama pada shelter dan logistic penanganan bencana. Hal ini merupakan mandat masyarakat terhadap Kemensos yang memiliki tanggung jawab moril terhadap penanganan bencana yang profesional, berkualitas dan berkelanjutan. Paradigma penanganan bencana alam melalui pemberian bantuan (charity), hit and run,  ataupun orientasi pada masa kritis semata (temporer) haruslah diubah dengan pelayanan terpadu, berkelanjutan (subtainable), mengedepankan pelayanan pemberdayaan (services empowerment), mengoptimalkan fungsi pendampingan dan tuntas untuk menanggulangi potensi masalah sosial yang akan muncul lagi. Penanganan dan pelayanan Kemensos diorientasikan kepada pemberdayaan masyarakat.
Pemberian Bantuan haruslah selektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pelayanan yang baik tidak menciptakan ketergantungan masyarakat kepada bantuan pemerintah namun masyarakat dengan kemampuan dan potensi-potensinya dapat bangkit dan mengembangkan dirinya lepas dari keterpurukan atas bencana alam dan bencana sosial Sesuai Peraturan Menteri Sosial,  TRC Kemensos menangani kedaruratan untuk seluruh permasalahan kesejahteraan sosial yang ditangani oleh Kementerian Sosial. Belum tertanganinya berbagai peristiwa, kejadian khusus yang terkait dengan situasi darurat dan krisis sosial yang ditengarai dapat memunculkan masalah sosial lanjutan perlu  dideteksi dini sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup masyarakat di kemudian hari.
Permasalahan utama penanganan masalah kritis/kedaruratan di negeri ini adalah panjangnya alur birokrasi dan banyak sekat-sekat antara pemerintah pusat dengan daerah ataupun antar instansi sehingga penanganan kasus tidak optimal dan sering memunculkan masalah baru.  Kesenjangan lingkup struktural hampir terjadi dalam birokrasi pusat dengan daerah. Peran TRC diharapkan mampu mempercepat dan mempermudah pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan solutif terutama dalam menembus batas struktural birokrasi mengingat masalah sosial kemasyarakatan yang berkembang dinamis dan bergeraak sangat cepat.
Alur penanganan tindakan kedaruratan akan melibatkan seluruh aspek dan komponen institusi sosial tingkat nasional, daerah dan masyarakat. Perlunya kerjasama dan koordinasi mutlak dilakukan untuk menghasilkan profesionalitas penanganan tindakan darurat. Antar Institusi dan komponen tidak perlu melaksanakan Kerja Penanganan Kedaruratan secara sendiri-sendiri namun melalui pemberdayaan masyarakat /Orsos yang lebih dekat dengan pokok permasalahan. Peran Pemerintah dan dunia usaha secara riil dapat berupa membuka seluas-luasnya akses, jaringan serta sumber daya yang dimiliki dan diserahkan kepada lembaga/institusi yang lebih berkompeten dan dekat dengan pokok permasalahan. Peran pemerintah dalam hal ini kementerian Sosial lebih diarahkan kepada kemampuan dapat menggerakkan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial pada situasi tertentu dan masalah sosial untuk penanganan masalah-masalah pembangunan masyarakat yang bersifat khusus dalam jangka waktu terbatas.
Tim Reaksi Cepat adalah tim yang dibentuk secara khusus dan resmi dibentuk, diorganisasi dan dilatih untuk penanganan masalah khusus serta ditugaskan dalam jangka waktu terbatas guna pengkajian kebutuhan segera dalam rangka membantu pengambilan keputusan dalam situasi krisis. Kelengkapan dan fungsi keorganisasian TRC Kementerian Sosial termuat dalam
Kontruksi TRC Kementerian Sosial yang meliputi bidang teknis dan bidang penunjang. Bidang Teknis meliputi pelaksana TRC Perlindungan dan Jaminan Sosial, TRC Rehabilitasi Sosial, TRC Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan sedangkan Bidang Penunjang meliputi Urusan Umum (General Affairs), Urusan Pengawasan (Law and Enforment) dan Urusan Pengembangan (Research and Developt)
Untuk menghindari overlaping dengan tugas-tugas yang bersifat reguler Unit-unit Kementerian Sosial maka perlu pembatasan lingkup kerja TRC Kementerian Sosial mencakup hal-hal yang bersifat
  1. Kerawanan adalah sesuatu yang dapat dilihat dan diamati dapat menjadi sumber permasalahan sosial di masyarakat. Kerawanan adalah peristiwa yang luar biasa yang memiliki potensi untuk mengancam kehidupan manusia, baik dirinya, harta benda, kehidupannya, maupun lingkungannya. Contoh : Tanah longsor, tsunami, banjir, gempa bumi, gunung meletus, kebakaran, dan lain-lain
  2. Kerentanan adalah sesuatu yang dapat dihitung. Kerentanan adalah sebuah kondisi yang mengurangi kemampuan manusia untuk menyiapkan diri, atau menghadapi kerawanan ataupun bencana.
  3. Resiko adalah sesuatu yang dapat ditindaklanjuti. Kemungkinan akan munculnya kehilangan, sebagai akibat dari kerawanan dan kerentanan yang buruk
TRC Kementerian Sosial berkaitan dengan Penanganan Bencana Alam. Manajemen Penanggulangan Bencana merupakan keseluruhan aspek dari mulai perencanaan hingga tanggap darurat dalam bencana. Manajemen juga yang berhubungan dengan resiko dan dampak bencana, serta aktifitas yang dilakukan sebelum, saat, dan sesudah bencana. Siklus Manajemen Bencana dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu pencegahan/mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Fungsi utama Kementerian Sosial lebih dioptimalkan kepada Rehabilitasi pasca Bencana yaitu tindakan yang dilakukan setelah bencana, berupa penyediaan pelayanan dasar untuk memantau fungsi, memperbaiki kerusakan fisik, dan fasilitas masyarakat, untuk mengembalikan kegiatan dan mendukung psikologis dan keberadaan sosial masyarakat. Rehabilitasi Proses yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sosial seperti semula
Langkah Kerja TRC Kementerian Sosial dalam situasi kedaruratan diupayakan mampu memotret kondisi faktual, prediksi serta antisipasi terhadap keberlanjutan dampak bencana meliputi beberapa tahap. Tahap prakondisi sebelum turun ke lapangan tim harus mampu membuat road map pemetaan masalah yang akan ditangani sehingga pada saat di lapangan tim memiliki bekal informasi tentang situasional wilayah yang akan ditangani. Tahap di lapangan, observasi merupakan aspek terpenting dalam melakukan rapid assesment. Rapid Assesment mencakup analisa situasi, kebutuhan dan akses di lapangan. Intervensi Kementerian Sosial diperoleh dari hasil analisis seluruh data dan informasi lapangan yang merujuk ke rekomendasi dalam bentuk Rencana Aksi TRC. Rencana Aksi inilah yang menjadi rujukan kepada pihak-pihak terkait khususnya kementerian sosial untuk mengatasi kedaruratan yang penting dan menjadi prioritas penanganan.
Parameter Keberhasilan Aksi TRC adalah rekomendasi rencana aksi mencakup 4 kriteria yaitu :
  1. Tepat sasaran yaitu masyarakat PMKS atau korban bencana.
  2. Tepat Bantuan yaitu pemberian bantuan sesuai dengan kebutuhan riil PMKS karena banyak kasus pemberian bantuan tidak sesuai dengan kebutuhan mendesak namun lebih karena kepentingan tertentu antara pihak pemberi dan penerima bantuan.
  3. Cepat Tindakan, munculnya masalah sosial sering kali terjadi karena keterlambatan penanganan korban. Permasalahan birokrasi, mentalitas dan orientasi pemberi bantuan dan institusi kadang kala menjadi penghambat penanganan bencana.
  4. Cepat pemulihan, tanggung jawab Kementerian Sosial tidak sebatas pada saat terjadinya bencana, namun pasca bencana peran rehabilitasi sosial menjadi penting mengingat perubahan situasi sebelum dan setelah bencana memungkinkan seseorang atau masyarakat mengalami masa traumatik dan tidak bisa diselesaikan secara mandiri. Peran Kementerian Sosial adalah menjamin masyarakat dan memfasilitasi pemulihan keberfungsian sosial masyarakat (sosial recovery).
Indikator Keberhasilan Kinerja mencakup tiga hal yaitu Zero Vulnerability, Zero Risk dan Zero Accident. Pertama, Kerentanan Nol yaitu masyarakat tidak memiliki kerentanan untuk mengalami masalah sosial di masyarakat terutama bagi perempuan, anak dan manula. Kedua, Resiko Nol yaitu Masyarakat tidak memiliki resiko untuk mengalami resiko menjadi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Ketiga, Zero Accident yaitu kondisi masyarakat tidak menjadi korban dari bencana tersebut baik itu korban bencana alam atau imbas dari bencana sosial.
Oleh karena itu tugas utama dari TRC Kementerian Sosial adalah melakukan Pengkajian dan identifikasi cepat dan tepat (Rapid Assesment) terhadap potensi kerentanan, kerawanan dan resiko sehingga mampu menemukan rekomendasi solutif penganganan masalah sosial. Tujuan dari pengkajian cepat adalah TRC Kementerian Sosial mampu memberikan rekomendasi tentang langkah-langkah proiritas dan sumber-sumber yang dibutuhkan sebagai tindakan segera. Kajian diupayakan mampu mengidentifikasi pengkajian lanjutan yang perlu dilakukan. Serta mampu membangun kohesifitas antar pekerja sosial kesejahteraan sosial untuk penanganan penderita masalah kesejahteraan Sosial secara cepat.
Untuk dapat memenuhi kriteria tersebut, Kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai TRC adalah kemampuan mengelola akses-akses yang ada, kemampuan mengolah data, kemampuan memberikan advokasi kepada masyarakat penyandang masalah sosial, kemampuan melakukan rujukan serta kemampuan mengelola sumber-sumber pelayanan yang ada. Harapan kedepan, TRC Kementerian Sosial RI menjadi program yang efektif dan memberikan kontribusi positif bagi percepatan penyelesaian permasalahan Kesejahteraan Sosial di Indonesia.

*Penulis adalah Staf Pusdiklat Kesos dan Anggota TRC Nusantara Kementerian Sosial RI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar